BIOLOGICAL CONTROL
share for all
Selasa, 29 Maret 2011
Selasa, 22 Maret 2011
METODE ISOLASI JAMUR AGEN HAYATI DARI SAMPEL TANAH
Oleh:
Akhmad Faisal Malik, SP.
Tanah merupakan habitat
berbagai mikro organisme seperti dari golongan jamur, serangga, nematoda, bakteri, dan banyak mikro
organisme lain. Jamur termasuk golongan yang cukup dominan di dalam tanah, baik
perananya sebagai patogen tanaman, dekomposer, bahkan sebagai agen pengendali
hayati. Jamur di dalam tanah yang berperan sebagai agen pengendali hayati dapat
diisolasi untuk diperoleh isolat murni . Jamur agen hayati tular tanah dikelompokkan
sebagai jamur patogen serangga (entomopatogen) dan antagonis. Penentuan sampel
tanah sangat penting dalam keberhasilan mendapatkan jamur pengendali hayati.
Setiap jamur agen hayati memiliki kekhasan jenis, struktur, dan komposisi tanah
sebagai habitatnya.
1.
Jamur
entomopatogen
Kebanyakan jamur
entomopatogen menginfeksi serangga melalui penetrasi integument.
Penetrasi epikutikula terjadi secara mekanis dan penembusan ke lapisan bagian
bawahnya berlangsung secara enzimatis. Setelah penetrasi integument,
jamur entomopatogen membentuk hifa yang
selanjutnya menyebar dan berkembang ke seluruh tubuh. Dalam fase demikian, jamur
biasanya menghasilkan senyawa toksin yang dapat mematikan serangga inang.
Beberapa jamur entomopatogen yang telah banyak digunakan sebagai agen
pengendali hama antara lain, Beauveria bassiana, Metharizium
anisopliae, Cordyceps militaris, Verticillium lecani, Spicaria
sp, dan lain-lain.
Metode isolasi
- Sampel tanah yang diambil dari lapang dimasukkan ke dalam stoples plastik secukupnya, kira-kira setengah stoples.
- Di atas tanah dalam stoples diletakkan beberapa serangga perangkap berupa ulat hongkong (tenebrio molitor) atau serangga lain
- Sebelum ulat hongkong dimasukkan, tanah di dalam stoples dilembapkan dengan menambahkan air secukupnya untuk menjaga kelembaban.
- Selanjutnya stoples ditutup menggunakan kain kasa agar ulat hongkong tidak keluar dari stoples, kemudian diinkubasikan selama 1 s.d 2 minggu di tempat gelap agar serangga perangkap bergerak aktif, sehingga mudah kontak dengan jamur entomopatogen yang berada di dalam sampel tanah tersebut.
- Ulat hongkong yang terinfeksi jamur diisolasi dengan cara menanamkan sampel jaringan terinfeksi pada media Sabroud Dekstrose Agar Yeast (SDAY) dan diinkubasikan selama 5 s.d 7 hari.
- Isolasi dilakukan dengan cara mencelupkan sampel jaringan terinfeksi beberapa saat ke dalam larutan clorox, alkohol, kemudian dibilas dengan aquadest steril.
- Jamur yang tumbuh pada media diidentifikasi dan ditularkan kembali (reinokulasi) pada serangga uji.
- Jamur entomopatogen yang virulen diperbanyak dan dikembangkan untuk pengendalian di lapangan.
2.
Jamur antagonis
Jamur antaonis
didefinisikan sebagai kelompok jamur yang dapat menekan/menghambat pertumbuhan
dan perkembangan patogen tanaman. Di alam, risosfer tanaman banyak dihuni oleh
antagonis, sehingga aktivitas patogen di dalamnya dapat ditekan. Keadaan tanah
seperti ini sering diistilahkan sebagai tanah berpenekanan (supressive soil). Dalam mekanisme penghambatannya, antagonis
memiliki beberapa tipe aktivitas seperti antibiosis, lisis, kompetisi, dan
parasitisme. Antibiosis adalah penghambatan atau perusakan melalui hasil
metabolit, termasuk kemampuannya mengeluarkan zat beracun toksin. Lisis adalah
destruksi, desintegrasi, disolusi, atau dekomposisi sel atau jaringan inang.
Kompetisi adalah usaha untuk memperoleh keuntungan dari substrat/nutrisi inang
(karbohidrat, nitrogen, faktor tumbuh) dan tempat (tempat reseptor sel, dan
oksigen). Parasitisme terjadi bila organisme yag satu menyerap nutrisi dari
organisme lain, bahkan hifa antagonis dapat tumbuh di dalam hifa patogen
(hiperparasit). Beberapa jamur antagonis yang telah banyak digunakan sebagai
agen pengendali hayati antara lain Trichoderma spp., Gliocladium
spp., Artrhobotrys sp, dan lain-lain.
Metode
isolasi
Metode
isolasi antagonis yang paling sering digunakan adalah metode pengenceran
bertingkat (serial dillution) dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
- Sampel tanah yang diperoleh dari lapang dimasukan ke dalam tabung pengenceran pertama (1/10 atau 10-1) secara aseptis (dari preparasi suspensi). Perbandingan berat sampel dengan volume tabung pertama adalah 1 : 9 (akuades yang digunakan jika memakai teknik rinse dan swab sudah termasuk pengencer 10-1). Setelah sampel tanah dimasukan, kemudian tanah dilarutkan (dikocok) menggunakan vortex mixer selama + 30 menit.
- Suspensi dari tabung pengenceran pertama diambil 1 ml dengan pipet ukur, kemudian dipindahkan ke tabung 10-2 secara aseptis kemudian dikocok kembali sampai homogen. Pemindahan dilanjutkan hingga tabung pengenceran terakhir (pengenceran ke 5 atau 6) dengan cara yang sama, hal yang perlu diingat bahwa pipet ukur yang digunakan harus selalu diganti, artinya setiap tingkat pengenceran digunakan pipet ukur steril yang berbeda/baru. Prinsipnya bahwa pipet tidak perlu diganti jika memindahkan cairan dari sumber yang sama (gambar 1).
- Suspensi dari pengenceran terakhir di ambil 1 ml dan dituangkan di atas media Potato Dextrose Agar (PDA) kemudian diinkubasikan selama 5-7 hari.
- Jamur yang tumbuh diamati dan dimurnikan pada media yang sama.
- Kultur murni antagonis diujikan dengan jamur patogen untuk mengetahui tingkat penghambatan antagonis terhadap patogen.
- Antagonis yang virulen diperbanyak dan dikembangkan untuk keperluan pengendalian.
Gambar. Mekanisme
pengenceran bertingkat (serial dillution) dan penuangan pada media (Sumber: ekmon-saurus)
Jumat, 03 Desember 2010
ALUR PERBANYAKAN GLIOCLADIUM SP DENGAN MEDIA SERBUK GERGAJI-DEDAK
Media steril siap diinokulasikan |
Pertumbuhan Gliocladium pada media |
Isolat Gliocladium |
Formulasi Gliocladium siap aplikasi Oleh: Akhmad Faisal Malik, SP (Staf LUPH BPTP Pontianak) |
TAHAP PERBANYAKAN NPS STEINERNEMA SPP.
Oleh: Akhmad Faisal Malik, SP
(Staf LUPH Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak)
Tahap perbanyakan NPS Steinernema spp. sebagain berikut :
1.Eksplorasi Steinernema spp.
a.Eksplorasi
Sampel tanah sebanyak kira kira 0,5 kg diambil secara acak pada tempat yang berbeda dengan kedalaman kira kira 0-30 cm, kemudian sampel tanah tersebut dimasukkan ke dalam stoples plastik secukupnya, kira-kira setengah dari stoples. Di atas tanah dalam stoples disebarkan beberapa serangga perangkap berupa ulat hongkong. Sebelum ulat hongkong dimasukkan, tanah di dalam stoples dilembapkan dengan menambahkan air secukupnya untuk memudahkan Steinernema spp. mencari inangnya. Selanjutnya stoples ditutup menggunakan kain kasa agar ulat hongkong tidak keluar dari stoples, kemudian diinkubasikan selama 2-3 hari di tempat gelap. Ulat/larva terinfeksi dipindahkan ke dalam perangkap white yang telah diisi air setinggi kira-kira 0,5 cm dan ditutup kembali agar tidak terinfeksi lalat. Air berisi nematoda dalam perangkap white dipindahkan ke dalam cawan petri atau wadah lainnya.
b.Cara panen
Air di dalam perangkap white selalu diganti dengan air bersih. Pemanenan dilakukan setiap hari hingga sudah tidak terlihat lagi nematoda yang keluar dari tubuh serangga. Selanjutnya, nematoda tersebut diidentifikasi di bawah mikroskop untuk memastikan bahwa nematoda yang didapatkan adalah Steinernema spp.
2.Pembiakan Steinernema spp.
a.Menggunakan ulat hongkong
Suspensi Steinernema spp. hasil eksplorasi disiapkan. Wadah pembiakan (cawan petri) dialasi dengan dua lapis kertas saring yang dipotong sesuai ukuran alas cawan petri. Ulat hongkong yang telah disebarkan ke dalam cawan petri ditetesi suspensi nematoda yang telah tersedia. Cawan petri ditutup rapat-rapat dan diinkubasikan pada suhu ruangan kurang lebih selama 2-3 hari di tempat gelap. Nematoda dapat dipanen setelah 10-14 hari inokulasi, larva terinfeksi dipindahkan ke dalam perangkap white yang telah diisi air setinggi kira-kira 0,5 cm dan ditutup kembali agar tidak terinfeksi lalat. Air berisi nematoda dalam perangkap white dipindahkan ke dalam ember atau wadah lainnya. Air di dalam perangkap white selalu diganti dengan air bersih. Pemanenan dilakukan setiap hari hingga sudah tidak terlihat lagi nematoda yang keluar dari tubuh serangga.
b.Menggunakan media buatan
Ginjal sapi dihancurkan (diblender) hingga merata, bila perlu ditambahkan sedikit akuades. Media tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer atau wadah lain, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoclave lalu didinginkan dan diinkubasikan selama 1-2 hari. Telur itik dimasukkan sebagai tambahan nutrisi (protein) bagi nematoda. Perbandingan ginjal sapi dengan telur itik kira-kira 5:1. Nematoda hasil eksplorasi disterilkan dengan menggunakan hyamine 0.04% kemudian dibilas dengan akuades. Nematoda tersebut kemudian dimasukkan ke dalam media buatan yang telah disterilkan untuk diperbanyak selama kira-kira 10-14 hari. Read More..
(Staf LUPH Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak)
Tahap perbanyakan NPS Steinernema spp. sebagain berikut :
1.Eksplorasi Steinernema spp.
a.Eksplorasi
Sampel tanah sebanyak kira kira 0,5 kg diambil secara acak pada tempat yang berbeda dengan kedalaman kira kira 0-30 cm, kemudian sampel tanah tersebut dimasukkan ke dalam stoples plastik secukupnya, kira-kira setengah dari stoples. Di atas tanah dalam stoples disebarkan beberapa serangga perangkap berupa ulat hongkong. Sebelum ulat hongkong dimasukkan, tanah di dalam stoples dilembapkan dengan menambahkan air secukupnya untuk memudahkan Steinernema spp. mencari inangnya. Selanjutnya stoples ditutup menggunakan kain kasa agar ulat hongkong tidak keluar dari stoples, kemudian diinkubasikan selama 2-3 hari di tempat gelap. Ulat/larva terinfeksi dipindahkan ke dalam perangkap white yang telah diisi air setinggi kira-kira 0,5 cm dan ditutup kembali agar tidak terinfeksi lalat. Air berisi nematoda dalam perangkap white dipindahkan ke dalam cawan petri atau wadah lainnya.
b.Cara panen
Air di dalam perangkap white selalu diganti dengan air bersih. Pemanenan dilakukan setiap hari hingga sudah tidak terlihat lagi nematoda yang keluar dari tubuh serangga. Selanjutnya, nematoda tersebut diidentifikasi di bawah mikroskop untuk memastikan bahwa nematoda yang didapatkan adalah Steinernema spp.
2.Pembiakan Steinernema spp.
a.Menggunakan ulat hongkong
Suspensi Steinernema spp. hasil eksplorasi disiapkan. Wadah pembiakan (cawan petri) dialasi dengan dua lapis kertas saring yang dipotong sesuai ukuran alas cawan petri. Ulat hongkong yang telah disebarkan ke dalam cawan petri ditetesi suspensi nematoda yang telah tersedia. Cawan petri ditutup rapat-rapat dan diinkubasikan pada suhu ruangan kurang lebih selama 2-3 hari di tempat gelap. Nematoda dapat dipanen setelah 10-14 hari inokulasi, larva terinfeksi dipindahkan ke dalam perangkap white yang telah diisi air setinggi kira-kira 0,5 cm dan ditutup kembali agar tidak terinfeksi lalat. Air berisi nematoda dalam perangkap white dipindahkan ke dalam ember atau wadah lainnya. Air di dalam perangkap white selalu diganti dengan air bersih. Pemanenan dilakukan setiap hari hingga sudah tidak terlihat lagi nematoda yang keluar dari tubuh serangga.
b.Menggunakan media buatan
Ginjal sapi dihancurkan (diblender) hingga merata, bila perlu ditambahkan sedikit akuades. Media tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer atau wadah lain, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoclave lalu didinginkan dan diinkubasikan selama 1-2 hari. Telur itik dimasukkan sebagai tambahan nutrisi (protein) bagi nematoda. Perbandingan ginjal sapi dengan telur itik kira-kira 5:1. Nematoda hasil eksplorasi disterilkan dengan menggunakan hyamine 0.04% kemudian dibilas dengan akuades. Nematoda tersebut kemudian dimasukkan ke dalam media buatan yang telah disterilkan untuk diperbanyak selama kira-kira 10-14 hari. Read More..
Langganan:
Postingan (Atom)